Jumat, 03 Juni 2011

menjadi pribadi yang menyenangkan

SAMA-sama di PHK, si A terus meratapi nasib, si B malah jadi petani sukses. Sama-sama miskin, si A menjadi minder, si B aktif bermasyarakat. Sama-sama disakiti, si A tak mau berteman lagi, si B malah jadi banyak teman.

Setiap hari orang berhadapan dengan aneka masalah baik masalah ekonomi (kenaikan harga – harga, bbm, dll), keluarga (pertengkaran atau perselisihan), sekolah (gagal ujian, dimarahi guru, dll), ataupun masalah pekerjaan (tugas belum tuntas, gagal bekerja, dll).

Banyak juga yang menghadapi masalah berat yang menimbulkan perubahan dalam hidup, sebut saja penyakit yang parah (stroke, kanker, dll), bangkrut, atau kematian orang yang dicintai.

Masalah dapat sama tetapi sikap dan tanggapan orang terhadap masalah dapat berbeda...akibatnya pengaruhnya pada diri orang juga berbeda. Ada yang menyenangkan (membawa manfaat positif untuk pengembangan pribadi maupun orang lain) dan ada yang tidak menyenangkan (merugikan diri dan orang lain)

Sikap Positif
Seorang psikolog bernama Kobassa menemukan 3 sikap positif yang sangat mendukung kesehatan pribadi, yaitu:

1. Kontrol, yaitu orang yang memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menjadi penentu nasibnya sendiri. Cara pandang ini menyehatkan karena orang tidak mudah menyalahkan orang lain, situasi atau Tuhan untuk kegagalan atau masalah-masalah yang dialami.

Untuk setiap peristiwa baik itu yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan orang dengan keyakinan kontrol yang tinggi ini cenderung akan melakukan refleksi atau introspeksi diri. Dengan refleksi, orang dapat belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya sehingga pengertiannya akan terus bertambah untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan.

2. Komitmen, yaitu perasaan bertujuan dan keterlibatan dengan kegiatan-kegiatan, maupun hubungan-hubungan dengan orang-orang lain. Dengan komitmen ini, orang-orang tidak cepat menyerah dengan banyaknya tekanan hidup, karena ia dapat meminta bantuan pada orang-orang lain di saat mengalami banyak tekanan.

Orang dengan komitmen yang rendah seringkali memandang keterlibatan dalam kegiatan dan hubungan dengan orang lain hanya akan menjeratnya pada kewajiban-kewajiban yang melelahkan. Akibatnya, ia tidak memiliki sumber-sumber bantuan sosial yang dapat membantunya bertahan ketika menghadapi tekanan hidup.

3. Tantangan, yaitu : Cara memandang kesulitan sebagai sesuatu yang dapat mengembangkan diri bukan mengancam rasa aman diri. Orang demikian adalah orang yang mau mengerahkan segenap sumber dayanya untuk menghadapi persoalan bukan menghindarinya, karena ia tahu manfaatnya untuk pengembangan kemampuan atau ketrampilan diri.

Sebaliknya orang yang memandang persoalan hidup sebagai sesuatu yang mengancam rasa amannya, cenderung akan menghindarinya sehingga ia kehilangan kesempatan untuk lebih meningkatkan diri. Kalaupun orang ini terpaksa menghadapinya biasanya ia akan menghadapi dengan bersungut-sungut akibatnya malah tambah tertekan dan dapat memunculkan persoalan-persoalan baru dalam relasinya dengan orang lain.

Psikolog lain Victor Frankl menemukan bahwa ternyata sikap penerimaan dan syukur membuat orang lebih mampu menghadapi penderitaan. Penerimaan berarti menerima penderitaan atau kesusahan sebagai suatu lakon kehidupan orang.

Hidup memiliki dua sisi, ada susah ada senang, ada baik dan ada buruk. Bersikap jantan dan adil dalam menghadapi hidup menjadi senjata dan kekuatan agar dapat berbesar hati menerima kesusahan. Dalam kepedihan hati, mencari hal – hal baik yang masih dapat disyukuri juga akan membantu proses penerimaan terhadap penderitaan atau kesusahan. Tetapi perlu diingat, menerima tidak berarti menyerah secara pasif, menerima mengarah pada sikap hati untuk berserah diri.

Jadi, pribadi sehat bukanlah pribadi yang bebas dari masalah, pribadi sehat tidak juga berarti senang terus-menerus. Pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu menghadapi setiap persoalan hidup dengan “tersenyum” karena ia memiliki sikap positif terhadap setiap persoalan untuk pengembangan pribadi, membuatnya lebih mau terbuka pada setiap pengalaman manis ataupun getir, menerima dan mensyukurinya.

Pribadi sehat adalah pribadi yang menyenangkan. Sikap tidak mudah menyalahkan orang lain, kemauan untuk berkomitmen, penerimaan dan rasa syukur membuat pribadi sehat lebih mampu menghargai orang lain dan menjadikannya pribadi yang menyenangkan.

Lalu menjadi pribadi yang menyenangkan, perlukah? Tentu saja perlu! Karena orang butuh kehadiran orang lain. Orang tak dapat hidup sendiri dan melakukan segalanya sendiri.

Ketika seseorang menjadi pribadi yang menyenangkan, ia tidak hanya membahagiakan orang lain, tetapi ia juga membahagiakan dirinya sendiri. Hubungan yang baik dan menyenangkan tentu juga akan mengarah pada kesuksesan dalam hidup (dalam sekolah, pekerjaan, pernikahan, keluarga, ataupun dalam masyarakat).

Mari belajar menjadi pribadi yang sehat. Ketika masalah datang, kita boleh bersedih dan merasa kecewa, tetapi kita juga harus memutuskan apakah akan menyerah dan hidup dalam penderitaan selamanya? Atau belajar menerima, memutuskan untuk bangkit dan mengubah hidup menjadi lebih baik? Kita sendiri yang memutuskan... !

kemarin dan Hari Ini

kemarin hanyalah sebuah cerita

yang akan diceritakan di hari ini

tanpa kemarin tidak akan mungkin ada hari ini

dan tanpa kemarin takkan ada cerita di hari ini

takkan ada tawa, tangis, canda, dan semua yang dilalui..baik, buruk itu akan menjadi sebuah kenangan untuk hari ini dan seterusnya

walau itu memang menyakitkan



ketika kemarin bahagia, kita selalu berharap selamanya akan seperti itu

dan seakan ingin mengulanginya terus menerus, selalu teringat dalam pikiran

tapi saat kita harus merasakan pahitnya

seakan kita tak ingin mengingat apa yang terjadi di hari kemarin

dan enggan melangkah di hari ini

seakan kemarin adalah hari yang paling buruk



tapi baik buruk yang di alami kemrin tetap akan menjadi cerita dalam hidup kita

mesji itu menyakitkan jangan pernah menyesal dengan apa yang terjadi di hari kemarin

karena kita bisa memperbaikinya di hari ini

By.. cucu

Mengerti Orang lain dengan memahami diri sendiri

gan, ane mau share aja nih. kadang kita semua susah kan untuk mengerti orang lain? kadang kita melakukan yang dianggap kita baik, tapi bagi orang lain itu jelek. benar tidak gan? haha.

Mungkin ane punya tips n triknya gan..
haha
langsung aja deh :

"Kita harus selalu berpikir sebelum bertindak, betul? haha. jadi, kita harus belajar untuk melakukan hal yang sudah dipikirkan, tapi jangan melakukan yang sedang dipikirkan. kadang kita semua selalu berbuat yang salah, begitupun kepada Allah SWT, mungkin yang kita anggap jelek, bagi Allah itu adalah sesuatu yang baik, itulah kebesaran Allah SWT.
Begitupun kepada orang lain, selalu lah kita bercermin diri, apakah kita sudah baik, atau belum, dan janganlah membuat orang lain memahami salah diri kita. jadi, kita harus selalu bercermin, memahami apa yang ada dalam diri kita, kekurangannya, maupun kelebihannya. Dengan itu, kita bisa mengetahui dan memahami perasaan dan sifat orang lain.
Tips :
-selalu menjadi diri sendiri (jangan mengikuti orang lain)
-selalu berdo'a
-harus bisa berinteraksi dengan baik
-rendah hati
-jujur

dengan semua itu, pasti agan akan mengerti tentang perasaan orang lain."

Coba deh gan? sory klo dikit, ngetik sendiri..

Bagi nya dong gan? Ga nolak ko.. hhe

Selasa, 31 Mei 2011

Memahami diri

Tidak jarang kita berpikir kalau kita telah mengenal diri kita sendiri atau bahkan sering kali juga kita berpikir kalau kita memahami orang disekeliling kita. Biasanya kalau sudah seperti ini akan timbul suatu pertanyaan, apakah benar kita telah memahami diri kita sendiri dan memahami orang lain? Pertanyaan serupa juga muncul kala kita mencoba menasehati orang lain. Apakah kita layak memberikan nasehat kepada orang lain sementara kita tidak paham dengan masalah orang tersebut?


Saya sering merasa bosan apabila mendengar curhatan sesama rekan dimana ketika si rekan pertama curhat ke rekan kedua kemudian oleh si rekan kedua dikatakan “Iya..gw mengerti kok perasaan elu…” Coba kita analisis lagi, apakah benar rasa empati kita begitu hebatnya sampai kita bisa merasakan dan mengerti perasaan orang? Perasaan bukan lah buku yang dapat dengan mudahnya di baca dan dimengerti, perasaan adalah sekumpulan dari pengalaman hidup, emosi, situasi, kondisi dan lainnya yang sudah pasti setiap orang memilikinya secara individual dan unik.

Saya sendiri sudah berusaha meluangkan banyak waktu untuk mencoba memahami orang lain. Usaha ini seringkali terhambat dengan kenyataan kalau saya belum bisa memahami diri saya sendiri. Masih banyak tanya tentang diri saya sendiri yang perlu di jawab sebelum saya berusaha memahami orang lain. Akan tetapi, upaya untuk memahami diri sendiri yang saya lakukan justru telah mengantarkan saya kepada suatu pemikiran sederhana mengenai apa dan bagaimana dalam memahami diri sendiri.

Cara mudah akhirnya saya temukan. Untuk memahami diri sendiri, cobalah memahami orang lain. Dengan kata lain, kita menjadikan orang lain tersebut sebagai cerminan dari diri kita sendiri. Setiap hari kita melihat jutaan emosi dari manusia yang begitu banyak dan beraneka ragam yang dapat kita jadikan cerminan untuk diri kita sendiri dalam memahami siapa kita sebenarnya.

Jika kita melihat ada orang yang marah ngga jelas sebabnya, maka sebaiknya kita berpikir “apakah kita juga pernah marah ngga jelas sebabnya” apabila iya, berarti kita telah mengenal salah satu pemahaman diri kita, yaitu “pernah marah yang ngga jelas sebabnya”. Jika kita melihat ada orang di angkutan umum yang memberikan tempat duduk kepada penumpang lain yang lebih memerlukan tempat duduk, kita bisa kembali bertanya kepada diri kita sendiri “bagaimana jika kondisi tersebut terjadi pada diri saya, apakah saya akan memberikan tempat duduk yang nyaman ini kepada orang lain?”.

Jadi simpulan yang dapat saya ambil adalah “Semakin sering kita berinteraksi dengan orang lain dan semakin sering kita berupaya memahami orang lain, berarti semakin kita mendekati pemahaman terhadap diri kita sendiri”

Senin, 30 Mei 2011

Mengenal Jati Diri

Ada Dua Aku Dalam Diri Manusia..
Menanggapi tulisan pak Katedra tentang “Aku siapa, dan siapa Aku,? kemudian ada tanggapan yang menyatakan setelah mati, fisik kembali menjadi tanah, dan roh masuk sorga, lalu “Aku Kemana,.?” Untuk menjawab kedua peretanyaan diatas memerlukan penjelasan yang lebih dalam.
Manusia saya umpamakan seperti seorang penari ” Legong” naik ditas panggung, menari sesuai dengan irama gambelan, ditonton oleh banyak orang. Setelah tariannya selesai, penari turun panggung, pakain legongnya dilepas, ganti pakain dengan baju kaos dan jelana jeans, lalu keluar dari kamar ganti . Penonton bertanya, “legongnya kemana,..?
Pertanyaan pak Katedra diatas, sama dengan pertanyaan penonton, mana legongnya,..? aku ini siapa, siapa aku ini,..? kalau orang mati, artinya tariannya sudah selesai, pakain legongnya masuk rancel, penarinya pakai kaos dan jeans, lalu legongnya kemana,..?
Legong adalah suatu kepribadian “semu” dia hanya ada sesaat pada waktu pentas diatas panggung. Kalau pak Katedra bertanya “Aku Ini Siapa,..? sama dengan legong bertanya diatas panggung , aku adalah legong, lalu “Ayu ” kemana,..? Ayu adalah nama penarinya.
Pak Katedra adalah seorang penari legong yang sedang kebingungan diatas panggung, dia bertanya, aku ini legong atau katedra. Kita semua yang berada dalam “alam maya” ini adalah penari-penari yang sedang menari diatas panggung.. Semua yang anda lihat dengan “mata maya” anda adalah semu. Pohon2, gedung2 bertingkat, semuanya adalah dekorasi alam maya, setelah pesta selesai semua dekorasi itu akan dimusnahkan.
Penari2 yang tidak menyadari dirinya yang asli, menyebutkan “selesainya pesta” disebut hari kiamat, karena semua penari kembali kepada jati dirinya. Selanjutnya timbul pertanyaan siapa sebenarnya “jati diri manusia” Sama dengan pertanyaan penari Legong, siapa Ayu?
Pada watu selesai pesta, mereka yang mengenal jati dirinya, misalnya Ayu kembali memakai pakaian jean dan baju kaos, tetapi penari lainnya yang tidak mengenal jati dirinya, tetap memakai pakain penari disimpan dalam peti bersama dekorasi panggung, artinya mereka dikembalikan kepada alam material, yaitu alam kegelapan yang disebut neraka, tetap Ayu yang sadar akan dirinya berada dalam alam kesadaran yang disebut Sorga.
Kita ambil contoh almarhum Sukarno dan Suharto. Pada akhir pentasnya, mereka sadar kostum penarinya akan dilepas, pak Harto pernah bilang, akan menjadi pandito, tetapi pak karno memang sudah menjadi pandito, yaitu orang yang mengenal jati dirinya, seperti para resi2 jaman dulu. Kondisi pandito itu ditunjukkan oleh sikap beliau yang logowo menerima kenyataan, beliau sudah melepas kostum Sukarno, maupun Suharto pada akhir pentasnya
Pada waktu kostum Sukarno dan Suharto dilepas, beliau memakai kostum aslinya yaitu kesadaran, mereka menyatu dalam alam kesadaran yang disebut sorga. Beda dengan Basyir, sudah tua masih menghujat dan mendendam, batinnya dipenuhi oleh kedengkian, sehinga sangat sulit untuk mengenal jati dirinya. Akhir pesta dia idak bisa melepas kostumnya, sudah melekat kuat pada jati dirinya, sehingga dia dikubur bersama kostumnya di alam kegelapan.
Kembali kepada pak Katdra yang sudah berusaha mencari jati dirinya, adalah usaha yang bagus, diatas pentas kita tetap menari mengikuti irama gambelan, tetapi kta harus tetap jaga kesadaran kita, orang jawa bilang kita harus tetap “Eling”
Untuk menemukan jati diri itu, satu-satunya cara yang saya tahu ialah menyelami diri sendiri, masuk kedalam keheningan bathin yang paling dalam, hal ini disebut “Meditasi” Yesus sebut jalan sempit. Jalan lebar ialah sembahyang atau berdoa yang diajarkan agama hakikatnya ialah menghirup udara sorga, manfaatnya ialah membersihkan bathin, merupakan langkah awal untuk mencari jati diri. Sama dengan tingkat TK, menyanyi dan bermain adalah langkah awal belajar bagi anak2. Kalau sampai tua kita hanya menyanyi dan bermain, kapan kita akan menjadi sarjana,.? (madeteling@plasa.com)

sumber : http://filsafat.kompasiana.com/2009/11/18/mengenal-jati-diri-manusia/